SETIAP ORANG BISA
*tulisan lama yamg di posting kembali
Berawal
dari rasa kesepianku yang tiada akhir. Bulan ini merupakan bulan terberat
. Kak Dini yang sudah menemaniku selama 20 tahun, tidur bersama, shopping
bersama, becanda bersama, suatu alasan yang membuatku tak takut nonton film
horror karena aku punya temen tidur, sekarang telah dimiliki orang lain, dan
tentu saja aku harus merelakan kebersamaan yang selama ini terjalin.
Tidak
hanya faktor tersebut aku merasa kesepian, faktor teman-teman juga menjadi
salah satu alasan terbesar. Banda Aceh sepi, teman-temanku melalang buana, ada
yang liburan, pulang kampong, atau jalan-jalan keluar kota. Tinggalah aku
disini, sendiri, meratapi nasib, tanpa liburan, tanpa rekreasi. Awalnya
sedih, lama-lama aku bisa menyesuaikan diri. Piala dunia, beberapa teman
dan sahabat yang tersisa di banda Aceh, menjadi alasan kenapa aku bertahan. DVD-dVd
yang dipinjamkan Dian juga merupakan salah satu faktor aku bisa SURVIVE.
Tidur,
nonton, berteriak-teriak tidak jelas, bangun kesiangan, tidur lagi, nonton
lagi,makan, jaga warung itupun Cuma sebentar waktu mamak tidak ada, itulah
kegiatan yang selama ini aku lakukan selama liburan. Kadang timbul penyesalan.
Ingin memperbaiki diri keesokan harinya. Namun kebiasaan buruk yang sama
kembali terulang, seolah telah menjadi rutinitas biasa yang telah mendarah
daging. Aku pribadi menganggap diriku memalukan. Tapi, aku benar-benar tak
punya kekuatan untuk mengubah kebiasaan buruk yang melekat padaku selama
liburan ini. Seperti terjadi bagitu saja. Aku bangun keesokan harinya,
mendapati diriku melakukan kebiasaan buruk yang sama, bersantai, dan aku hanya
bisa pasrah terhadap diriku sendiri. Aku ingin berubah menjadi lebih teratur
dan disipilin, mengendalikan kemalasan diri yang telah membabi buta, namun
gebrakan diri tidak cukup kuat.kalau dalam potensial aksi bisa dikatakan
keinginan aku untuk berubah belum mencapai ambang, hingga potensial aksi tidak
bisa terjadi.
Siang,
tanggal 13 juli 2010, aku tergerak untuk mengunjungi Pustaka Wilayah. Rasa
kesepian, menuntunku kesana, aku berharap bisa menemukan teman-teman lama, yang
mungkin bisa diajak bercakap-cakap, atau membaca beberapa buku untuk mengusir
sepi. Kebiasaan ,baik masa lalu yang sudah jarang aku lakukan. Sesampainya di
PUSWIL aku langsung memasuki Ruang Dewasa II. Menjelajahi dari satu rak buku ke
rak buku yang lain, hingga aku menemukan sebuah buku yang bagiku sangat luar
biasa. Tampilan buku itu sama sekali tidak menarik, terlihat sangat biasa.
“don’t Judge a Book by it cover” pepatah tersebut yang muncul di benakku saat
aku melihat buku ini. Buku tersebut cukup tipis, kira-kira seratus halaman.
Dengan cover warna coklat pucat, dan dipenuhi hrurf-huruf bercetak besar
berwarna hitam gelap, bertuliskan” Setiap Orang Bisa”.
“Setiap
Orang Bisa”. D.Juliantara. Kata-kata sederhana tersebut membuatku tertarik dan
ingin mengenal buku tersebut lebih jauh. Kucermati setiap bagian buku, dan aku
baca bagian belakangnya.
“HANYA
MEREKA YANG TAHU TUJUAN,MENGERTI JALAN, DAN BERSEDIA MENEMPUH PERJALANAN DENGAN
KESUNGGUHAN DAN TEKAD, AKAN SAMPAI TUJUAN. SETIAP ORANG MEMILIKI PELUANG YANG
SAMA.
Kata-kata
tersebut, semakin membuatku tertarik, dan aku begitu bernafsu untuk membaca isi
dari buku tersebut. Tanpa sengaja aku membuka halaman 55, yang memberikan
pukulan telak untukku. Halaman 55 yang menjadi gebrakan untuk mencapai
potensial aksi supaya aku bisa menjadi manusia yang lebih baik dalam
memanfaatkan waktu. Pada halaman tersebut tertulis seperti ini :
Benar-benar
pukulan telak. Kata-kata itu seakan seperti nasihat yang diberikan untuk orang
malas seperti aku. Sangat mengena. Masih berdiri, di depan rak, aku kembali
membuka halaman selanjutnya, kali ini halaman 56. Judul besarnya,
mengenai “Momentum dan Waktu”. Tertulis seperti berikut;
“
Bagi anda yang pernah merasakan bangku sekolah, tentu memiliki pengalaman
mengikuti sebuah ujian – entah ujian kenaikan kelas, kelulusan, atau kenaikan
tingkat. Mengapa anda harus belajar keras untuk menyambut ujian tersebut.
Jawabannya tidak lain dari suatu kenyataan bahwa ujian hanya menyediakan waktu
satu kali, sehingga anda tidak bisa membuang waktu itu begitu saja. Berbeda
dengan tugas harian. Anda bisa lebih santai sebab jika terdapat kesalahan, anda
masih bisa memperbaiki pekerjaan anda. Ujian tidak memberi banyak waktu. Anda
hanya diberi 2 pilihan, gagal atau berhasil. Melalui mekanisme yang dibangun di
sekolah, anda digiring dalam suasana sedemikian rupa, sehingga anda tidak bisa
menolak. Anda mengikuti prosedur tersebut, dan anda harus siap dengan ujian.
Apa beda antara dihadapkan pada ujian dan anda tidak sedang dalam ujian? Jika
pada hari-hari biasa anda lebih santai, tidak serius dan cenderung ceroboh.
Sebaliknya ketika ujian anda harus benar-benar mengasah otak, bekerja dengan
penuh hati-hati, dan tidak membiarkan kesalahan. Dalam situasi di bawah tekanan
itulah anda lebih anda bisa lebih produktif, terutama dalam menggunakan waktu.
Anda tidak bisa lagi santai, membuang waktu dengan percuma, sebaliknya hanya
bersungguh-sungguh, dan memandang kekurangan waktu- sebab seringkali anda
merasa belum siap untuk menghadapi ujian, tetapi toh ujian harus dijalani.Ujian
hanya satu kali, dengan demikian tidak ada waktu bagi anda untuk
mengabaikannya. Ujian adalah sebuah kesempatan. Momentum. Kesempatan tentu
tidak akan datang dua kali. Sekali anda membiarkan kesempatan pergi, maka anda
tidak akan pernah mendapatkannya lagi. Kenyataan inilah yang membuat anda tidak
punya banyak waktu. Anda punya waktu yang sangat terbatas. Oleh sebab itu, anda
harus pergunakan waktu sebaik-baiknya. Anda harus bisa mengalahkan mitos
santai, tidak serius dan berbagai mitos lain.
Tulisan
di atas membuatku terpaku dan “speechless”, aku seakan merasakan hantaman keras
di ulu hati. Bukan bermaksud berlebihan, tapi kata demi kata yang tesusun di
dalam buku itu benar-benar membuka mata hati aku. Mengubah Mind
Set aku untuk meninggalkan “pola hidup tidak sehat” jika aku ingin
sukses di masa depan. Aku akui, aku adalah seseorang dengan cita-cita sangat
tinggi, dan aku tidak mau impian aku hanya jadi impian kosong semata. Setiap
orang pasti berkeinginan supaya cita-cita dan mimpinya dapat terwujud menjadi
realita. Tapi, bukankah untuk mewujudkannya dibutuhkan dedikasi dan
keseriusan, kerja keras dan kedisiplinan. Sangat jauh berbeda dengan persiapan
yang selama ini aku lakukan. Terkadang aku malu pada diriku sendiri, hanya
berharap dan bermimpi, tapi tak mau berusaha. Layaknya si Cebol yang merindukan
bulan. Hanya belajar di saat terdesak. Menjadikan proses belajar sebagai suatu
keterpaksaan, bukan suatu keharusan yang didasari dengan keikhlasan. Bukankah
Allah membenci hamba yang pemalas? Dan mewajibkan kerja keras yang diiringi
doa. Sebagai seorang muslim, seharusnya aku menyadari itu dari awal.
Seperti
sebuah kalimat yang tertulis pada halaman awal buku “Setiap orang bisa” ;
“Hanya
mereka yang tahu jalan yang akan sampai tujuan”
Ada
banyak orang yang tidak begitu peduli dengan masa depan. Bagi mereka masa depan
adalah keniscayaan, yang tidak perlu dipikirkan. Pada umumnya mereka yang
sukses adalah mereka yang sejak awal memiliki suatu rencana, suatu bayangan
mengenai masa depan. Apa artinya, bahwa mereka bukan mengalir begitu saja,
melainkan berjalan di atas apa yang sudah direncanakan, atau setidaknya sesuatu
yang sudah dibayangkan(dicita-citakan). Kejelasan arah masa depan yang hendak
dituju adalah sama dengan memberikan kepastian pada diri kita, sehingga kita
bisa memiliki rasa percaya diri, konfidensi, dan sadar sepenuhnya atas apa yang
terjadi pada diri kita. Bila kita telah menentukan masa depan sendiri, maka
kita mutlak harus mengetahui kemana kita akan pergi, kearah mana kita akan
bergerak di masa depan, atau alamat yang hendak dituju. Untuk mengetahui alamat
dan jelas dengan alamat tersebut, kita membutuhkan pengetahuan.
Sangat tidak mungkin bila kita hanya berdiam diri. Tidak ada pengetahuan yang
datang dengan sendirinya. Setiap pengetahuan harus dijemput, ditemukan dan
dikembangkan. Mempunyai masa depan yang pasti dan jelas, akan menentukan masa
depan kita. Mereka yang lemah adalah mereka yang gagal merumuskan
tujuan dan tidak berani menyatakan tujuannya secara jelas mereka yang kuat,
adalah mereka yang mampu merumuskan tujuan dan menjadikan tujuan menjadi
pangkal tolak perbuatan. Tujuan akhirnya menjadi energy, dan dengan demikian
akan membentuk sebuah watak. Jika kita berhasil dengan baik, maka pada
pribadi kita akan muncul sebuah karakter. Pribadi yang mempunyai karakter
adalah magnet bagi sekitarnya.
Aku
merasa cukup lelah untuk berdiri, pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang.
Tapi, tentu saja aku akan membawa buku tersebut untuk dipinjam. Mulanya aku
melanjutkan membaca di sebuah taman kota, karena sebelumnya aku harus ke kota
untuk membeli sesuatu, tapi keadaan taman tak begitu mendukung. Aku memutuskan
untuk pulang. Dan sesampainya di rumah, aku kembali membaca.
Kali
ini yang Aku baca adalah mengenai “Melawan Bahaya dan Menjemput Kemenangan”, di
buku ini dijelaskan secara terperinci mengenai definisi bahaya, analogi-analogi
menarik, tentang bahaya itu sendiri, tapi itu bukan poin khusus yang ingin saya
ceritakan. Penulis memberikan dua kasus yang mana dari kasus itu disimpulkan
jika bahaya bisa dibedakan menjadi 2 jenis. Pertama bahaya nyata, seperti
diserang binatang buas, dikejar-kejar orang, ditabrak mobil, dan lain-lain.
yang kedua adalah, bahaya tidak nyata. Yatitu bahaya yang ada di dalam pikiran
kita, atau bahaya yang kita buat sendiri.
Pada umumnya bahaya imajinasi
lebih berbahaya daripada bahaya nyata.
Cara
berpikir yang dibelenggu oleh bahaya imajinasi adalah cara berpikir yang penuh
kekhawatiran, pesimis, ragu, dan enggan untuk melangkah. Cara berpkiri seperti
inilah yang merupakan musuh besar kemajuan.
“Mereka
yang gagal meraih kemenangan dan kemajuan adalah mereka yang gagal
mengalahkan pikirannya sendiri. Menghilangkan bahaya yang kita bikin sendiri
merupakan awal dari keberhasilan.”
Membaca
tulisan tersebut, membuatku teringat akan nasihat salah seorang sahabat
terbaikku, yang selalu berkata “jangan Nethink Fri “ setiap
kali aku berpikiran negative, terhadap orang lain dan keadaanku sendiri.
Kata-kata yang sederhana, namun mengandung makna yang luar biasa.
Salah
satu unsur penting penghambat kemajuan adalah diri kita sendiri. Yakni diri
yang terbelenggu oleh pikiran-pikiran yang tidak bersedia maju, atau diselimuti
ketakutan akan resiko, inilah perang terbesar bagi manusia, yakni bagaiman
mengendalikan pikirannya.
Apa
yang disebut tempat berbahaya, tentu saja tidak selalu berarti lokasi fisik,
tetapi bisa pula nonfisik. Ketika kita dihinggapi rasa jenuh, malas, lelah dan
sebagainya, sehingga pekerjaan yang kita lakukan tidak tuntas, disitulah
sebetulnya rahasia sedang tersembunyi. Lokasi berbahaya adalah tempat-tempat
dimana kita cenderung malas melakukan, enggan, takut, ragu, dan sebagainya.
Seorang pelajar yang takut tidak bisa, sehingga tidak melakukan sesuatu, adalah
cermin dari bagaimana rasa takut membuat kita gagal untuk mendapatkan sesuatu
yang berharaga.
Rahasia
dari kesemuanya adalah jangan biarkan diri kita dihantui cemas, takut, ragu,
dan sejenisnya, yang membuat kita batal melakukan sesuatu. Jika anda membiarkan
diri anda dikuasai oleh berbagai kecemasan, maka saat anda menuai kegagalan
sudah dekat. Jangan pernah mengandalkan orang lain, jika anda merasa mampu melakukan.
Jangan pula merasa tinggi hati. Sesuatu yang penting, tidak mungkin dicapai
dengan mudah. Kita membutuhkan keberanian, kemauan, dan kerja keras untuk
mendapatkannya.
Bagaimana
kita bisa merubah diri. Jalan yang paling cepat adalah kesediaan kita untuk
mengakui kelemahan atau melakukan koreksi atas diri sendiri, sebelum dikoreksi
oleh orang lain. jika kita tidak bisa kita harus berani menyatakan pada diri
kita bahwa kita tidak bisa, dank arena itu kita harus belajar keras agar bisa.
Tidak bisa bukan alasan untuk menolak memikul tanggung jawab, melainkan cambuk
untuk belajar. Tidak tahu tidak bisa dijadikan alasan atau dalih untuk tidak
mau tahu, melainkan dorongan untuk segera mencari tahu. Dengan prinsip inilah
kita harus mengubah diri, jika kita ingin menjadi pemenang.
Mengubah
diri berarti pula kita mempersiapkan diri sedini mungkin beban yang hendak kita
pikul. Jangan kita mengira kemenagan atau sukses adalah puncak kebahagiaan.
Suatu kemenangan atau sukses, kerapkali adalah batuan ujian yang harus kita
pikul.oleh sebab itu, kita membutuhkan “tubuh” yang kuat. Kita harus tekun
berlatih untuk memikul kemenanagan dan kesuksesan agar dapat dipertahankan, dan
kita bisa memberikan makna yang mendalam atas kemenangan tersebut.
Aku
terdiam, makna yang aku dapat dari tulisan tersebut begitu dalam. Menjadi
proses pembelajaran dan evaluasi diri bagi aku. Sejak detik aku menghabiskan
setiap kata dalam buku itu, saat itu pulalah aku berjanji untuk berubah. Demi
masa depan yang cerah. Harus berusaha mengeliminasi sifat malas dari diriku,
yang selama ini sulit untuk dihilangkan. Tapi, tidak ada salahnya berusaha dan
mencoba. Karena itulah aku men”Share” garis-garis besar dari buku
tersebut. Supaya teman-teman bisa termotivasi seperti aku. Aku pribadi tidak
tahu berapa lama “efek” akibat membaca buku ini, akan bertahan, satu harikah,
dua hari, seminggu, atau selamanya. Tapi, tidak ada salahnya berbagi sesuatu,
selama sesuatu itu tidak merugikan.
x
Komentar
Posting Komentar