SETIAP ORANG BISA

                       
*tulisan lama yamg di posting kembali


Berawal dari rasa kesepianku  yang tiada akhir. Bulan ini merupakan bulan terberat . Kak Dini yang sudah menemaniku selama 20 tahun, tidur bersama, shopping bersama, becanda bersama, suatu alasan yang membuatku tak takut nonton film horror karena aku punya temen tidur, sekarang telah dimiliki orang lain, dan tentu saja aku harus merelakan kebersamaan yang selama ini terjalin.
Tidak hanya faktor tersebut aku merasa kesepian, faktor teman-teman juga menjadi salah satu alasan terbesar. Banda Aceh sepi, teman-temanku melalang buana, ada yang liburan, pulang kampong, atau jalan-jalan keluar kota. Tinggalah aku disini, sendiri, meratapi nasib, tanpa liburan, tanpa rekreasi. Awalnya  sedih, lama-lama aku bisa menyesuaikan diri. Piala dunia, beberapa teman dan sahabat yang tersisa di banda Aceh, menjadi alasan kenapa aku bertahan. DVD-dVd yang dipinjamkan Dian juga merupakan salah satu faktor  aku bisa SURVIVE.

Hingga Piala Dunia 2010 pun berakhir pada tanggal 12 juli, meski kemenangan Spanyol membuatku senang bukan kepalang, dan tak pernah berhenti tersenyum layaknya orang tak waras, tetapi ada suatu yang hilang. Suara teriakan penggila bola di kedai-kedai kopi terdekat. Ceracauan ataupun makian, bahkan umpatan-umpatan ringan sering terdengar. Dentuman-dentuman meja dan kursi, menjadi musik tersendiri di dini hari yang sepi. Oh, aku begitu merindukan suasana itu. Emosi yang luar biasa saat tim kesayangan mengalami kekalahan, atau pun kegembiraan yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata saat tim pujaan berhasil meraih sukses. Masa-masa yang indah. Namun inilah waktu, terus berjalan, pada akhirnya mencapai sebuah titik yang disebut akhir. Seperti sebuah pepatah mengatakan, ada awal dan ada akhir. Ada Opening Ceremony dan ada Closing Ceremony, seperti pada World Cup.

Tidur, nonton, berteriak-teriak tidak jelas, bangun kesiangan, tidur lagi, nonton lagi,makan, jaga warung itupun Cuma sebentar waktu mamak tidak ada, itulah kegiatan yang selama ini aku lakukan selama liburan. Kadang timbul penyesalan. Ingin memperbaiki diri keesokan harinya. Namun kebiasaan buruk yang sama kembali terulang, seolah telah menjadi rutinitas biasa yang telah mendarah daging. Aku pribadi menganggap diriku memalukan. Tapi, aku benar-benar tak punya kekuatan untuk mengubah kebiasaan buruk yang melekat padaku selama liburan ini. Seperti terjadi bagitu saja. Aku bangun keesokan harinya, mendapati diriku melakukan kebiasaan buruk yang sama, bersantai, dan aku hanya bisa pasrah terhadap diriku sendiri. Aku ingin berubah menjadi lebih teratur dan disipilin, mengendalikan kemalasan diri yang telah membabi buta, namun gebrakan diri tidak cukup kuat.kalau dalam potensial aksi bisa dikatakan keinginan aku untuk berubah belum mencapai ambang, hingga potensial aksi tidak bisa terjadi.


Siang, tanggal 13 juli 2010, aku tergerak untuk mengunjungi Pustaka Wilayah. Rasa kesepian, menuntunku kesana, aku berharap bisa menemukan teman-teman lama, yang mungkin bisa diajak bercakap-cakap, atau membaca beberapa buku untuk mengusir sepi. Kebiasaan ,baik masa lalu yang sudah jarang aku lakukan. Sesampainya di PUSWIL aku langsung memasuki Ruang Dewasa II. Menjelajahi dari satu rak buku ke rak buku yang lain, hingga aku menemukan sebuah buku yang bagiku sangat luar biasa. Tampilan buku itu sama sekali tidak menarik, terlihat sangat biasa. “don’t Judge a Book by it cover” pepatah tersebut yang muncul di benakku saat aku melihat buku ini. Buku tersebut cukup tipis, kira-kira seratus halaman. Dengan cover warna coklat pucat, dan dipenuhi hrurf-huruf bercetak besar berwarna hitam gelap, bertuliskan” Setiap Orang Bisa”.


“Setiap Orang Bisa”. D.Juliantara. Kata-kata sederhana tersebut membuatku tertarik dan ingin mengenal buku tersebut lebih jauh. Kucermati setiap bagian buku, dan aku baca bagian belakangnya.
“HANYA MEREKA YANG TAHU TUJUAN,MENGERTI JALAN, DAN BERSEDIA MENEMPUH PERJALANAN DENGAN KESUNGGUHAN DAN TEKAD, AKAN SAMPAI TUJUAN. SETIAP ORANG MEMILIKI PELUANG YANG SAMA.


Kata-kata tersebut, semakin membuatku tertarik, dan aku begitu bernafsu untuk membaca isi dari buku tersebut. Tanpa sengaja aku membuka halaman 55, yang memberikan pukulan telak untukku. Halaman 55 yang menjadi gebrakan untuk mencapai potensial aksi supaya aku bisa menjadi manusia yang lebih baik dalam memanfaatkan waktu. Pada halaman tersebut tertulis seperti ini :


“ Cobalah anda menghitung lagi berapa usia anda sekarang ini. Misalkan anda berusia 20 tahun. Jika setahun dihitung 365 hari, dan satu hari berisi 24 jam, maka usia anda adalah : 20 x 365 x 24 jam = 175.200 jam. Jika anda istirahat dan tidur sehari sebanyak 8 jam sehari, maka anda telah tidur sebanyak: 20 x 365 x 8 jam = 59.400 jam. Dengan demikian anda telah tidur selama 6.66 tahun, hamper 7 tahun anda tidur. Jika anda efektif bekerja 8 jam perhari, maka artinya bahwa waktu tidur anda sudah sama dengan waktu kerja anda. Jadi selama 20 tahun anda baru dapat bekerja selama 6 tahun lebih, itupun bila anda sudah bekerja sejak lahir. Jadi sebetulnya anda masih sangat sedikit bekerja, waktu anda banyak terbuang untuk bermain, istirahat dan tidur. Lantas apakah anda masih berharap bisa bersantai ria –refreshing- tanpa kerja keras. Jika anda masih membangun suatu tradisi untuk santai, membuang-buang waktu dengan percuma, tanpa suatu karya yang produktif, maka anda bukan saja menyia-nyiakan kesempatan yang datang, tetapi juga membangun tradisi hidup yang anti terhadap kemajuan. Tidak pernah ada dalam sejarah hidup manusia, ada orang yang bisa mencapai gunung, tanpa mendakinya. Apabila anda ingin meraih masa depan yang gemilang, maka anda tidak lagi bisa berkelit dengan kesantaian.Anda sebetulnya telah kehilangan hak untuk bersantai, sebab waktu anda yang terbuang sudah terlalu banyak. Kalau anda membuangnya kembali, anda berarti sedang menambah kerugian.”


Benar-benar pukulan telak. Kata-kata itu seakan seperti nasihat yang diberikan untuk orang malas seperti aku. Sangat mengena. Masih berdiri, di depan rak, aku kembali membuka halaman selanjutnya, kali ini halaman 56. Judul besarnya, mengenai “Momentum dan Waktu”. Tertulis seperti berikut;


“ Bagi anda yang pernah merasakan bangku sekolah, tentu memiliki pengalaman mengikuti sebuah ujian – entah ujian kenaikan kelas, kelulusan, atau kenaikan tingkat. Mengapa anda harus belajar keras untuk menyambut ujian tersebut. Jawabannya tidak lain dari suatu kenyataan bahwa ujian hanya menyediakan waktu satu kali, sehingga anda tidak bisa membuang waktu itu begitu saja. Berbeda dengan tugas harian. Anda bisa lebih santai sebab jika terdapat kesalahan, anda masih bisa memperbaiki pekerjaan anda. Ujian tidak memberi banyak waktu. Anda hanya diberi 2 pilihan, gagal atau berhasil. Melalui mekanisme yang dibangun di sekolah, anda digiring dalam suasana sedemikian rupa, sehingga anda tidak bisa menolak. Anda mengikuti prosedur tersebut, dan anda harus siap dengan ujian. Apa beda antara dihadapkan pada ujian dan anda tidak sedang dalam ujian? Jika pada hari-hari biasa anda lebih santai, tidak serius dan cenderung ceroboh. Sebaliknya ketika ujian anda harus benar-benar mengasah otak, bekerja dengan penuh hati-hati, dan tidak membiarkan kesalahan. Dalam situasi di bawah tekanan itulah anda lebih anda bisa lebih produktif, terutama dalam menggunakan waktu. Anda tidak bisa lagi santai, membuang waktu dengan percuma, sebaliknya hanya bersungguh-sungguh, dan memandang kekurangan waktu- sebab seringkali anda merasa belum siap untuk menghadapi ujian, tetapi toh ujian harus dijalani.Ujian hanya satu kali, dengan demikian tidak ada waktu bagi anda untuk mengabaikannya. Ujian adalah sebuah kesempatan. Momentum. Kesempatan tentu tidak akan datang dua kali. Sekali anda membiarkan kesempatan pergi, maka anda tidak akan pernah mendapatkannya lagi. Kenyataan inilah yang membuat anda tidak punya banyak waktu. Anda punya waktu yang sangat terbatas. Oleh sebab itu, anda harus pergunakan waktu sebaik-baiknya. Anda harus bisa mengalahkan mitos santai, tidak serius dan berbagai mitos lain.


Tulisan di atas membuatku terpaku dan “speechless”, aku seakan merasakan hantaman keras di ulu hati. Bukan bermaksud berlebihan, tapi kata demi kata yang tesusun di dalam buku itu benar-benar membuka mata hati aku. Mengubah Mind Set aku untuk meninggalkan “pola hidup tidak sehat” jika aku ingin sukses di masa depan. Aku akui, aku adalah seseorang dengan cita-cita sangat tinggi, dan aku tidak mau impian aku hanya jadi impian kosong semata. Setiap orang pasti berkeinginan supaya cita-cita dan mimpinya dapat terwujud menjadi realita. Tapi, bukankah  untuk mewujudkannya dibutuhkan dedikasi dan keseriusan, kerja keras dan kedisiplinan. Sangat jauh berbeda dengan persiapan yang selama ini aku lakukan. Terkadang aku malu pada diriku sendiri, hanya berharap dan bermimpi, tapi tak mau berusaha. Layaknya si Cebol yang merindukan bulan. Hanya belajar di saat terdesak. Menjadikan proses belajar sebagai suatu keterpaksaan, bukan suatu keharusan yang didasari dengan keikhlasan. Bukankah Allah membenci hamba yang pemalas? Dan mewajibkan kerja keras yang diiringi doa. Sebagai seorang muslim, seharusnya aku menyadari itu dari awal.

Seperti sebuah kalimat yang tertulis pada halaman awal buku “Setiap orang bisa” ;
“Hanya mereka yang tahu jalan yang akan sampai tujuan”
Ada banyak orang yang tidak begitu peduli dengan masa depan. Bagi mereka masa depan adalah keniscayaan, yang tidak perlu dipikirkan. Pada umumnya mereka yang sukses adalah mereka yang sejak awal memiliki suatu rencana, suatu bayangan mengenai masa depan. Apa artinya, bahwa mereka bukan mengalir begitu saja, melainkan berjalan di atas apa yang sudah direncanakan, atau setidaknya sesuatu yang sudah dibayangkan(dicita-citakan). Kejelasan arah masa depan yang hendak dituju adalah sama dengan memberikan kepastian pada diri kita, sehingga kita bisa memiliki rasa percaya diri, konfidensi, dan sadar sepenuhnya atas apa yang terjadi pada diri kita. Bila kita telah menentukan masa depan sendiri, maka kita mutlak harus mengetahui kemana kita akan pergi, kearah mana kita akan bergerak di masa depan, atau alamat yang hendak dituju. Untuk mengetahui alamat dan jelas dengan alamat tersebut, kita membutuhkan pengetahuan. Sangat tidak mungkin bila kita hanya berdiam diri. Tidak ada pengetahuan yang datang dengan sendirinya. Setiap pengetahuan harus dijemput, ditemukan dan dikembangkan. Mempunyai masa depan yang pasti dan jelas, akan menentukan masa depan kita. Mereka yang lemah adalah mereka yang gagal merumuskan tujuan dan tidak berani menyatakan tujuannya secara jelas mereka yang kuat, adalah mereka yang mampu merumuskan tujuan dan menjadikan tujuan menjadi pangkal tolak perbuatan. Tujuan akhirnya menjadi energy, dan dengan demikian akan membentuk sebuah watak. Jika kita berhasil  dengan baik, maka pada pribadi kita akan muncul sebuah karakter. Pribadi yang mempunyai karakter adalah magnet bagi sekitarnya.


Aku merasa cukup lelah untuk berdiri, pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Tapi, tentu saja aku akan membawa buku tersebut untuk dipinjam. Mulanya aku melanjutkan membaca di sebuah taman kota, karena sebelumnya aku harus ke kota untuk membeli sesuatu, tapi keadaan taman tak begitu mendukung. Aku memutuskan untuk pulang. Dan sesampainya di rumah, aku kembali membaca.


Kali ini yang Aku baca adalah mengenai “Melawan Bahaya dan Menjemput Kemenangan”, di buku ini dijelaskan secara terperinci mengenai definisi bahaya, analogi-analogi menarik, tentang bahaya itu sendiri, tapi itu bukan poin khusus yang ingin saya ceritakan. Penulis memberikan dua kasus yang mana dari kasus itu disimpulkan jika bahaya bisa dibedakan menjadi 2 jenis. Pertama bahaya nyata, seperti diserang binatang buas, dikejar-kejar orang, ditabrak mobil, dan lain-lain. yang kedua adalah, bahaya tidak nyata. Yatitu bahaya yang ada di dalam pikiran kita, atau bahaya yang kita buat sendiri.


 Pada umumnya bahaya imajinasi lebih berbahaya daripada bahaya nyata.
Cara berpikir yang dibelenggu oleh bahaya imajinasi adalah cara berpikir yang penuh kekhawatiran, pesimis, ragu, dan enggan untuk melangkah. Cara berpkiri seperti inilah yang merupakan musuh besar kemajuan.
“Mereka yang gagal meraih kemenangan dan kemajuan  adalah mereka yang gagal mengalahkan pikirannya sendiri. Menghilangkan bahaya yang kita bikin sendiri merupakan awal dari keberhasilan.”
Membaca tulisan tersebut, membuatku teringat akan nasihat salah seorang sahabat terbaikku, yang selalu berkata “jangan Nethink Fri “ setiap kali aku berpikiran negative, terhadap orang lain dan keadaanku sendiri. Kata-kata yang sederhana, namun mengandung makna yang luar biasa.
Salah satu unsur penting penghambat kemajuan adalah diri kita sendiri. Yakni diri yang terbelenggu oleh pikiran-pikiran yang tidak bersedia maju, atau diselimuti ketakutan akan resiko, inilah perang terbesar bagi manusia, yakni bagaiman mengendalikan pikirannya.

Tempat yang paling luar biasa adalah tempat dimana tersimpan suatu misteri, yang jika diungkap akan membuahkan hasil yang luar biasa.”
Apa yang disebut tempat berbahaya, tentu saja tidak selalu berarti lokasi fisik, tetapi bisa pula nonfisik. Ketika kita dihinggapi rasa jenuh, malas, lelah dan sebagainya, sehingga pekerjaan yang kita lakukan tidak tuntas, disitulah sebetulnya rahasia sedang tersembunyi. Lokasi berbahaya adalah tempat-tempat dimana kita cenderung malas melakukan, enggan, takut, ragu, dan sebagainya. Seorang pelajar yang takut tidak bisa, sehingga tidak melakukan sesuatu, adalah cermin dari bagaimana rasa takut membuat kita gagal untuk mendapatkan sesuatu yang berharaga.
Rahasia dari kesemuanya adalah jangan biarkan diri kita dihantui cemas, takut, ragu, dan sejenisnya, yang membuat kita batal melakukan sesuatu. Jika anda membiarkan diri anda dikuasai oleh berbagai kecemasan, maka saat anda menuai kegagalan sudah dekat. Jangan pernah mengandalkan orang lain, jika anda merasa mampu melakukan. Jangan pula merasa tinggi hati. Sesuatu yang penting, tidak mungkin dicapai dengan mudah. Kita membutuhkan keberanian, kemauan, dan kerja keras untuk mendapatkannya.


Bagaimana kita bisa merubah diri. Jalan yang paling cepat adalah kesediaan kita untuk mengakui kelemahan atau melakukan koreksi atas diri sendiri, sebelum dikoreksi oleh orang lain. jika kita tidak bisa kita harus berani menyatakan pada diri kita bahwa kita tidak bisa, dank arena itu kita harus belajar keras agar bisa. Tidak bisa bukan alasan untuk menolak memikul tanggung jawab, melainkan cambuk untuk belajar. Tidak tahu tidak bisa dijadikan alasan atau dalih untuk tidak mau tahu, melainkan dorongan untuk segera mencari tahu. Dengan prinsip inilah kita harus mengubah diri, jika kita ingin menjadi pemenang.


Mengubah diri berarti pula kita mempersiapkan diri sedini mungkin beban yang hendak kita pikul. Jangan kita mengira kemenagan atau sukses adalah puncak kebahagiaan. Suatu kemenangan atau sukses, kerapkali adalah batuan ujian yang harus kita pikul.oleh sebab itu, kita membutuhkan “tubuh” yang kuat. Kita harus tekun berlatih untuk memikul kemenanagan dan kesuksesan agar dapat dipertahankan, dan kita bisa memberikan makna yang mendalam atas kemenangan tersebut.
Aku terdiam, makna yang aku dapat dari tulisan tersebut begitu dalam. Menjadi proses pembelajaran dan evaluasi diri bagi aku. Sejak detik aku menghabiskan setiap kata dalam buku itu, saat itu pulalah aku berjanji untuk berubah. Demi masa depan yang cerah. Harus berusaha mengeliminasi sifat malas dari diriku, yang selama ini sulit untuk dihilangkan. Tapi, tidak ada salahnya berusaha dan mencoba. Karena itulah aku men”Share” garis-garis besar dari buku tersebut. Supaya teman-teman bisa termotivasi seperti aku. Aku pribadi tidak tahu berapa lama “efek” akibat membaca buku ini, akan bertahan, satu harikah, dua hari, seminggu, atau selamanya. Tapi, tidak ada salahnya berbagi sesuatu, selama sesuatu itu tidak merugikan.


x

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Mengirim Barang Dengan Menggunakan jasa Dakota Cargo

Apa Sih Clinical Skill (KKJ) Itu?

PENGURUSAN SERKOM DAN STR UNTUK DOKTER UMUM