Hanya pendosa yang ditutup aibnya oleh Allah

Semakin kamu dewasa ( bertambah tua, baik bertambah tua perdetik, per menit, perjam, perminggu, per bulan, per tahun) kamu akan sadar, betapa banyak kebodohan atau kesilapan yang mungkin telah kamu lakukan di masa lalu dan mungkin masih banyak kesilapan atau kesalahan lain yang masih berada di alam bawah sadarmu ( tak kau sadari) bisa jadi karena ego mu terlalu tinggi untuk mengakuinya atau mungkin engkau mengesampingkan rasa penyesalan yang sesaat mencuat karena sudah 'keenakan' berbuat silap.

Atau kamu memang sudah menyesali dan berjanji dalam hati tidak akan mengulangi suatu yang bagi kamu itu 'dosa' namun karena biasa 'khilaf' besok hal tersebut kamu ulangi lagi. 

Misalnya kamu terbiasa bangun telat, skip sarapan pagi , atau sering konsumsi menu tidak sehat. Hati kamu sadar kamu sudah sangat menyimpang dari yang namanya hidup sehat, kamu pun bertekad untuk memperbaikinya. Tapi ternyata esok tidak begitu indah buatmu, kamu sedang berduka karena suatu hal, atau kamu kelelahan karena pasien datang tak kunjung berhenti, otomatis saat selesai jam jaga kamu memilih tidur sepanjang hari. Dan tekad yang kamu koarkan kemarin meleleh seperti lilin yang dijilati api. 


Aku adalah perantau. Memilih lari dari zona nyaman untuk mencari sesuatu yang aku rasa tak bisa aku dapatkan di kampung halaman. Saat itu aku mencoba berpikir realistis. Membanding bandingkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan disana dan disini. Berhubung lapangan pekerjaan di pulau yang aku tempati sekarang ini jauh lebih banyak jadi akhirnya terbanglah aku kemari. Menetap? Belum pasti. Masih belum bisa prediksi. 

Aku adalah anak aceh yang masih dengan logat sumatera yang kental.( cara bicara cepat dengan intonasi agak tinggi, dan pengucapan kata kadang tak begitu jelas). Begitu kentara dengan aksen atau logat para penduduk disini pada umumnya( lembut, bernada dan terstruktur) . Awal awalnya aku mencoba melakukan  penyesuaian dan perubahan dialek. Hah, namun susah meniru niru, tak etis rasanya. Cukuplah menjadi diri sendiri saja, toh biar ini jadi ciri khas. ( senyum sendiri)

Disini jauh dari keluarga. Ada beberapa famili, namun tak begitu dekat. Kecuali seorang sepupu yang sedang mengambil pendidikan di Jakarta. Serta ada beberapa rekan kerja yang juga tinggal di ibukota. Beberapa sejawat yang juga memilih merantau dan bekerja di bogor serta area jabodetabek lainnya. Bisa di bilang secara esensial, tanpa keluarga 'dekat' ibaratnya bisa dibilang ' saya sebatang kara di negeri orang' ( meski sekarang sudah berdua dengan suami, namun sama saja kami masih dipisahkan jarak dua jam Cikarang - Tangerang Selatan, karena tuntutan pekerjaan)  

Nah. Semakin saya dewasa, saya jadi semakin mengerti, betapa pentingnya relasi atau membina hubungan baik sesama manusia itu. Kita tidak akan selalu berada di zona nyaman. Percayalah. Ada satu titik dimana kita memang benar benar akan membutuhkan uluran tangan orang lain. Ada suatu masa dimana membangun keluarga yang tidak sedarah itu penting. Karena pada hakikatnya semua manusia bersaudara, bukan? Jadi. Minimalkanlah menyakiti perasaan orang lain. Karena bisa jadi, dari mereka merekalah kita memperoleh bantuan di saat susah nanti.

Inilah penyesalan terbesar saya di masa lalu. Saya tipe yang frontal. Jika tidak suka, saya sering beragumen kasar dan nyindir bisa dibilang nyinyir dengan cara blak blakan dan tidak ada lembut lembutnya. Penyampaian yang juga bikin hati siapapun ngejelimet asalkan unek unek di hati saya tersalurkan dan rasa sakit di hati hilang. Dan semakin kemari, saya sadari. Bahwa apa yang saya lakukan itu salah besar. Ada banyak pilihan kata yang manis yang bisa dipilih untuk menegur seseorang yang telah menyakiti atau melakukan sesuatu yang menjadikan kita tidak sreg. Karena argumen atau pilihan kata yang tidak baik, pada akhirnya hanya akan meninggalkan kenangan buruk yang sulit terlupa. Dan, saya mempelajari hal itu sekarang setelah merantau.

Saya jadi teringat. Ada beberapa hati sahabat saya disini yang mungkin masih menyimpan bekas luka karena beradu argumen dengan saya. Memang benar perkataan Nabi, bahwa lidah adalah pedang paling tajam. Lebih kejam dari pembunuhan. 

Semakin dewasa saya mencoba belajar. Menahan amarah. Menahan diri bersikap. Membiasakan diri tersenyun meski ada masalah. Berusaha untuk tidak menggunjing (bergosip) tentang orang lain ( yang terakhir ini susah sekali) karena dimana ada gosip disitu ada wanita ( biasanya).

Terlepas dari berbagai kesalahan yang saya lakukan,saya sadar , saya hanya Manusia. Dan dosa itu manusiawi , wajar manusia berbuat dosa. Yang tak wajar itu jika sudah tahu dosa tapi tak kunjung menyesali. Saya yakin sesuci suci apapun manusia tak akan pernah lepas dari dosa. Maha besar Allah yang menutup segala aib kita. Dan semoga Allah selalu menutupnya. 


Dosa saya kepada Allah, cukuplah hanya Allah yang tahu ( tidak perlu anda kepo) dan biarlah itu jadi masa lalu saya. 
( cukuplah kita tidak kepo terhadap aib orang lain dengan tujuan agar Allah juga menutup aib kita)

Dan saya tulis ini bertujuan untuk mencoba meminimalkan dosa saya terhadap sesama manusia. Sudah berapa banyak manusia yang saya jumpai dan pasti pula banyak kejadian yang terjadi .
 Jika ada dalam hati teman teman, rekan, pasien, kerabat, sejawat, yang tidak berkenan dan pernah sakit hati oleh tindakan atau perbuatan saya. Dengan penuh rasa penyesalan yang mendalam saya mohon dimaafkan. Karena sesungguhnya tidak ada yang tahu kapan usia ini berakhir. Dan sebelum itu terjadi, mohon dimaafkan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Mengirim Barang Dengan Menggunakan jasa Dakota Cargo

Apa Sih Clinical Skill (KKJ) Itu?

PENGURUSAN SERKOM DAN STR UNTUK DOKTER UMUM