Surat Untuk Ayah



sumber : vi.sualize.us

Ayah
Ayah, semakin aku dewasa semakin jarang aku berkomunikasi denganmu, aura wibawamu begitu kental terasa. Engkau pendiam sekali, hampir jarang aku bertegur sapa dengan dirimu. Meski begitu tak pernah aku meragukan kasihmu padaku. 


Yah,.
Tubuhmu jarang berisi, pernah mungkin, namun dulu sekali. Wajahmu penuh beban dan pikiran. Ayah, bisakah kau berbagi cerita padaku, perihal risaunya hatimu walau hanya secuil saja. Bolehkah aku tahu? Apa yang bisa aku lakukan untuk membuatmu lebih damai? Ayah, apakah engkau bahagia atau pernahkah kau bahagia beberapa tahun belakangan kami semenjak engkau memiliki kami? Ayah, apakah kau pernah menangis? aku tidak pernah melihatmu menangis seumur hidupku. Mengapa kau begitu tegar? Ayah, apakah semua ayah di dunia pendiam sepertimu? apakah semua ayah di dunia berpura-pura bahagia sepertimu di depan kami padahal di belakang kami engkau penuh tekanan dan beban serta kesedihan..?

Ayah
Kami lima anakmu yang kau sayangi, tak sempat kau tertidur pulas dikarenakan kecemasanmu akan masa depan kami. Kami yang bahagia nantinya engkau yang sengasara dan bersusah payah awalnya. 

Ayah, 
tak pernah kau dahulukan kepentinganmu di atas kepentingan kami. Bagimu, apa yang kami butuhkan lebih penting dan itulah prioritas dalam catatan keseharianmu. Ayah, apakah semua ayah di dunia sepertimu? Aku yakin semua ayah di dunia pasti sepertimu. Jika tidak sepertimu aku ragu, apakah mereka-mereka itu benar-benar pantas disebut "Ayah".

Ayah tercinta
Saat itu aku kelas tiga sma, mendapat surat undangan, USMU namanya. Aku tanya pilih jurusan apa, kau sarankan kedokteran saja, kau ingin aku jadi seseorang yang berdedikasi bagi orang lain dan kau juga sempat mengungkit bahwa dokter adalah cita-citaku dulu sewaktu aku masih duduk di Taman Kanak-kanak. 

Ah, ayah 
memang saat aku masih kanak-kanak asal saja ku sebut profesi itu namun perlahan menjelang dewasa, seiring waktu aku semakin bingung akan jadi apa aku, aku tidak memiliki peta hidup. Jangan salahkan aku ayah, sistem pendidikan Indonesia layaknya mesin yang mengubah anak-anak sepertiku menjadi beo, asal ikut arus saja, kurang kreativitas, menyedihkan..tidak punya tujuan, yang penting bisa jadi PNS, miris kan yah? ayah aku tidak tahu apa yang aku mau, aku tujuh belas tahun saat itu.

Ayah
pilihan masuk universitas adalah dilema, aku benar-benar bingung. Yang benar saja ayah, biaya kedokteran itu cukup mahal untuk kemampuan finansial kita, belum lagi anak-anak yang berkuliah disana rata-rata punya orangtua yang berpendapatan tinggi, mampukah aku menyesuaikan diri dengan mereka nantinya. 

Ayah..
Begitu mengerikan aku membayangkan hal itu, aku takut menghadapinya, aku takut jadi stress karena tidak mampu mengikuti lifestyle teman-temanku kelak, aku takut tidak punya teman,. 

Ayah, 
saat itu kau hanya tersenyum mendengar protesku, jawabanmu sederhana "masalah uang adalah masalaku bukan masalahmu jadi tak perlu kau pikirkan, tugasmu adalah berusaha dan belajar giat dan tak mengecewakan aku, masalah takut terpengaruh gaya hidup itu wajar dan aku yakin kamu bisa mengatasinya,." 

Ayah, 
Kau begitu percaya aku. 

Ayah, 
aku hanya bisa diam dalam hati aku meragu, mampukah aku menjadi seperti yang kau duga


Hei, Ayah..pahlawanku
umurku sudah dua puluh dua tahun, dan bulan April tahun depan akan naik menjadi dua puluh tiga,sedihnya, aku masih saja menjadi gadis kecil yang menjadi beban dalam hidupmu walau kau tak pernah menganggapku demikian. Ayah, terima kasih karena sejak aku kecil, telah banyak hal yang kau persiapkan untuk masa depanku.


pernah suatu hari engkau berkata
"anakku mungkin ayah tak bisa wariskan banyak harta dan tanah, ayah cuma mampu sekolahkan kalian setinggi mungkin semampu ayah, supaya kalian jadi anak yang berpendidikan, tidak direndahkan banyak orang, santun sikapnya, rajin ibadahnya, ayah dan ibu tak harap balasan uang jika kalian sukses nanti, ayah cuma harap kalian bahagia jika ayah tiada, akur dengan adik, kakak dan abang, saling bahu membahu, jangan bertengkar  , sedih hati ayah melihat kalian bertikai, saat ayah tiada nanti, ayah ingin kalian hidup dalam damai dengan begitulah ayah bisa hidup dalam damai, apa yang ayah lakukan ini iklas, karena kalian tanggung jawab ayah dengan Allah..dan bila kau sukses nanti, lantas janganlah kau jadi anak yang sombong, ingatlah masa lalu dan kerasnya hidup yang kau lalui di masa lalu, jangan berhenti bersyukur atas apa yang kau raih kelak, bantu kedua adikmu jika mereka butuh bantuan kelak,,"


Ayah kata-katamu buatku begitu haru, setelah kau berlalu perlahan aku menyusup dalam kamar, mendekamkan bibir ke bantal, menangis tertahan, aku takut kau mendengarkan tangisku. Aku anak gadismu yang kuat, aku tak ingin terlihat lemah di depanmu, aku ingin terus jadi kebanggaanmu, membawa nama baikmu hingga suatu saat kau dan ibu bisa tersenyum dan berkata "itu anak gadisku dan pengorbananku tidak sia-sia".

Ayah,
sebelumnya aku minta maaf. Aku terkadang juga pernah nakal, berfoya-foya tak sesuai pemasukan, seharusnya aku bisa lebih hemat, seharusnya aku bisa lebih sederhana, seharusnya aku sadar posisiku seperti apa. Uang gaji dari mengajar jarang ku tabung malah ku habiskan untuk jajan, beli baju, beli make up untuk berhias untuk putih, ah, benar-benar aku tidak bersyukur. Setelah aku tak mengajar lagi, aku sadar diri, aku menyesal, kenapa aku tak menabung hasil jerih payahku dulu. Kenapa ku habiskan begitu saja untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. kenapa aku tidak jujur saja ke teman-temanku jika aku tak mampu mengikuti gaya hidup mereka sejak dulu, kenapa aku begitu gengsi untuk mengakui kondisiku sendiri. Ah, ayah, darahku di penuhi jiwa muda yang menggelora, banyak sekali hal-hal duniawi yang aku inginkan, ingin ini ingin itu, ingin sepatu ini ingin sepatu itu, andaikan aku lebih bersabar untuk saat itu, tak terlalu memikirkan akan hal itu. Ayah, aku menyesalinya sekarang.

Ayah,..
aku juga terkadang menyakitimu secara terang-terangan atau sembunyi sembunyi, andai kau tahu bagaimana aku yang sebenarnya, apakah kau mau memaafkan aku? apakah kau masih akan membanggakan aku seperti dulu. Ayah jika aku sedang mencintai orang lain melebihi cintaku padamu apa kau cemburu?

Ayah, 
aku malu sekali, malu karena aku tak secemerlang yang kau harapkan. Aku lulus gelombang dua ayah, bukan gelombang satu dan aku tak bisa meraih predikat cum laude. Pasti ayah dan ibu dari teman-temanku yang Cumlaude bahagia dan bangga sekali pada anaknya ya kan Ayah? aku yakin saat kau menonton proses judisium dan wisudaku dari jauh dalam hati kau berharap nama anakmu yang tersemat dengan predikat itu, ah, kenyataannya tidak seperti itu, Aku malu , aku kecewa pada diriku sendiri, tapi di sudut sana aku melihat sinar matamu menatapku bangga, aku yang tanpa predikat apa-apa, aku yang hanya mendapat gelar s.ked dengan predikat sangat memuaskan. Kau tersenyum senang, jelas aku melihat matamu berkaca-kaca. Ayah, apakah kau juga bisa melihat mataku, aku juga berkaca-kaca. Ayah terima kasih. Terima kasih kau masih bangga padaku.

Ayah
aku ingat sekali. Awal semester di kedokteran aku inhal salah satu skill saat osce, aku tak berani pulang ke rumah, aku takut memandang wajahmu. Seharian aku putar-putar sekeliling kota, tak jelas arah tujuan, air mataku terbang tertiup angin, nafasku menderu seiring deru mesin, lelah berkeliaran aku pun pulang. Ku sapa dirimu lemah dan emosiku membuncah, aku menangis keras-keras di depanmu. Minta maaf karena kesalahanku berakibat aku tidak lulus. Kau tertawa, dan berkata "namanya saja kuliah, itu wajar, sudah jangan menangis..kau anak yang kuat bukan?"

Ayah
hari ini ujian KKJ aku stress sekali. aku ketakutan setengah mati. Takut tidak lulus. Ujian kali ini adalah penentuan yang menyeramkan, tidak lulus ngulang 3 bulan. Tidak ayah, aku tidak mau ngulang, aku tidak mau jadi bebanmu lebih lama. Allah mendengar doa kita ayah, doa ibu, doa ayah, doa ku. Aku lulus. Aku senang sekali hari itu. setelah lihat pengumuman , dengan kencang aku melaju ke rumah, Ku berlari ke arahmu, kepeluk kau erat dan kita tertawa bersama " terima kasih ayah, aku lulus.."

Ayah,
Sebentar lagi aku koass, tanggal 19 november. Ayah, mungkin dua tahun lagi aku selesai, doakan aku terus ayah, akan aku usahakan sebaik mungkin, supaya aku tidak mengulang di semua stase, aku tak ingin menjadi bebanmu lebih lama, aku juga ingin sepertimu, aku ingin membahagiakanmu seperti kau membahagiakan kami. Ayah, kenapa waktu berjalan begitu lambat ya, kenapa aku lama sekali suksesnya, ayah bersabarlah.

Ayah..
berita buruk bagiku atau mungkin juga bagimu, setelah kami diwisuda menjadi dokter kelak, kami harus ikut internship 1 tahun ayah, di tempatkan di daerah terpencil. Dengar-dengar gajinya cuma sedikit yah, tak cukup untuk hidup sehari-hari aku kelak selama sebulan dan malangnya aku tetap menjadi bebanmu lagi. Ayah, aku sedih sekali, Maafkan aku. Entah kapan aku bisa berhenti jadi benalu. Ayah, terima kasih atas keikhlasanmu untuk menyekolahkanku. Ayah benar, Allah yang akan membalasMu bukan aku. Kau iklas karena Dia bukan karena aku, iya kan Ayah?

Ayah..
Mungkin aku sedikit egois, walau engkau lelah hidup di dunia ini dengan beban segunung, namun aku selalu terus berdoa pada Tuhan agar Ayah dan ibu diberi umur panjang.. Aku ingin membahagiakan kalian terlebih dahulu. Aku ingin membawa jalan-jalan kalian dengan mobilku kelak, aku ingin kita berhaji bersama, aku ingin kita melepas lelah bersama, aku ingin kalian menikmati masa-masa tua kalian dengan bahagia, tidak seperti sekarang, hidup penuh tensi dan problematika. Aku ingin kalian merasakan kesuksesanku kelak karena jika aku sukses itu bukan mutlak jerih payahku, itu jerih payah ayah dan ibu. Tuhan, beri ayah ibu waktu untuk merasakan kesuksesan kami anak-anaknya kelak.

Ayah,
aku tak berani mengirimkan surat ini saat ini. Engkau pasti sedih membacanya, aku tidak ingin membuatmu sedih, Mungkin lain waktu, saat kelak ceritanya sudah berbeda. Saat aku sudah jadi "orang" yang kucita-citakan, di saat itu nanti  akan ku selipkan surat ini di pangkuanmu, supaya engkau tahu betapa aku menyayangi dan menghargai setiap tetes peluh perjuanganmu. 

Ayah..
Saat ini, surat ini aku post kan saja ke blog dan aku yakin kau gagap teknologi dan tak mungkin kau bisa menemukan surat ini di dalam blogku,.hahaha. Ayah, aku post kan ke blog supaya teman-temanku yang membaca juga bisa menghargai setiap tetes perjuangan ayah mereka tidak ada niat lain selain itu. Ada niat lain sih, aku ingin menunjukkan pada dunia betapa bangga dan bersyukurnya aku menjadi anakmu.

Aku mencintaimu.

putrimu tercinta

Yani





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Mengirim Barang Dengan Menggunakan jasa Dakota Cargo

Apa Sih Clinical Skill (KKJ) Itu?

PENGURUSAN SERKOM DAN STR UNTUK DOKTER UMUM